Ekonom menyatakan kondisi perekonomian
Indonesia saat ini berada dalam keadaan yang lebih kompleks dibandingkan pada
2008.Direktur Eksekutif Mandiri Institute Destry Damayanti mengatakan
permasalahan yang dihadapi sekarang dibandingkan kondisi pada 2008 dan 2009
sangat berbeda karena kondisi perekonomian saat ini justru lebih kompleks. Pada
2008, Indonesia masuk dalam kondisi krisis akibat kasus perumahan di Amerika
Serikat (AS). "Ekonomi Indonesia pada 2009 tumbuh 4,5% karena banyak
aliran masuk ke Indonesia, dengan harga komoditas yang naik, mempengaruhi
pendapatan masyarakat. Memang ekonomi global buruk, tapi ada booming
komoditi," ujarnya di Plaza Mandiri, Senin (21/9/2015).
Saat krisis 2008, kondisi perekonomian
nasional masih kuat dengan harga komoditas yang tinggi mendorong investasi di
dalam negeri. Indonesia yang bergantung pada komoditas saat itu juga memperoleh
keuntungan karena banyak wilayah bergantung pada komoditas. Komoditas inilah
membuat pendapatan dan daya beli masyarakat menjadi meningkat. "Booming
komoditi memang high leverage, jadi leverage-nya memang tinggi sehingga sektor
keuangan ada likuiditas. Apalagi ada stimulus, mereka tidak mungkin taruh lagi
di sektor keuangan," katanya. Destry menuturkan harga komoditas ini
tertekan dan menurun sejak 2012 sehingga ekonomi Indonesia mengalami
deselerasi. Sebab, para investor menyadari pelemahan ekonomi global membuat
orang menarik investasi pada komoditas. (Senin, 21 Maret 2016. 20.15)
Dalam laporan Bank Dunia bertajuk
Indonesia Economic Quarterly edisi Maret 2016 mengemukakan bahwa kehadiran
investasi swasta sangat diperlukan untuk mendongkrak ekonomi Indonesia. Kepala
Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves mengatakan, belanja
pemerintah untuk infrastruktur telah mendorong pertumbuhan bergerak perlahan,
diperkirakan mencapai 5,1% untuk 2016. Namun, pertumbuhan pendapatan yang lebih
lemah dari yang diperkirakan dan terus menurunnya harga komoditas menimbulkan
risiko bagi kelangsungan investasi pemerintah. Karena itu, kehadiran investasi
swasta sangat diperlukan untuk perbaikan ekonomi. "Indonesia masih
menikmati angka pertumbuhan yang rata-rata lebih tinggi dari kebanyakan negara
pengekspor komoditas lain, akibat melambatnya pertumbuhan global. Tapi
pertumbuhan di bawah 6% tidak cukup untuk menampung 3 juta anak muda Indonesia
yang memasuki pasar kerja setiap tahunnya," kata dia dalam siaran pers
yang diterima Sindonews di Jakarta, Selasa (15/3/2016). Menurutnya, perbaikan
ekonomi yang lebih tangguh butuh investasi swasta yang kuat dan reformasi
kebijakan yang komprehensif dan keberlanjutan guna memperbaiki iklim usaha.
"Investasi oleh pemerintah pusat bertambah pada 2015 sebesar 42%.
Sebaliknya, pertumbuhan investasi sektor swasta tetap di bawah harapan,"
ujarnya.
Sementara, belanja konsumen
bertumbuh namun tidak secepat beberapa tahun lalu, seiring tingginya inflasi
harga makanan memangkas belanja. Volume ekspor dan impor terus menurun, dan
pendapatan ekspor berkurang 14,4% dari angka 2014. Pendapatan minyak dan gas
berkurang 42% tahun per tahun (year on year), pendapatan batu bara berkurang
26,5% dan pendapatan minyak sawit berkurang 19,3%. Ekonom Utama Bank Dunia
untuk Indonesia Ndiame Diop menambahkan, penurunan harga komoditas yang terus
terjadi mengingatkan pentingnya diversifikasi ekonomi menuju sektor manufaktur
dan jasa. Khususnya pariwisata, yang dapat menyediakan pekerjaan dengan gaji
dan ketrampilan yang lebih tinggi.
Meski demikian, sektor manufaktur
juga ikut terkena imbasnya, dengan ekspor menurun di angka 13,4% per tahun, dan
pembangunan infrastruktur untuk pariwisata tidak memadai. "Indonesia punya
banyak industri yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan, termasuk manufaktur.
Tapi sektor-sektor ini menghadapi banyak tantangan regulasi. Pemerintah tengah
menjalankan berbagai reformasi dalam enam bulan terakhir ini. Namun, beberapa
langkah tambahan mungkin dapat meyakinkan para investor dan memperkuat upaya
investasi," tandasnya. - (Rabu, 16 Maret 2016 – 14.25)
Tahun 2015 diasumsikan banyak orang
sebagai tahun yang lesu. Meskipun di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo yang
digadang-gadang akan membawa perubahan yang signifikan untuk Indonesia,
nyatanya dalam perbandingan perekonomian, keadaan Indonesia dinilai tidak
sehebat beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat
Indonesia menilai bahwa negaranya telah dalam keadaan krisis yang ditakutkan
berisiko kembali ke keadaan tahun 1998. Akan tetapi pemahaman tentang keadaan
krisis yang berisiko untuk kembali ke keadaan tahun 1998 tidak didasari dengan
fakta atau data yang kuat. Oleh karena itu, klaim atau isu tersebut hanya
beredar seperti kabar burung yang ditakutkan akan membawa kegelisahan bagi
netizen Indonesia lainnya.
Oleh karena itu, bagaimana keadaan
ekonomi Indonesia untuk tahun 2015 ini? Bagaimana perbandingannya dengan
tahun-tahun sebelumnya? Apakah keadaan ini dapat benar-benar berisiko untuk
kembali pada krisis tahun 1998? Pada tahun 2014, tepatnya pada akhir tahun di
bulan Desember, Bank Dunia telah melaporkan dalam ekspektasinya – bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 nanti akan menyentuh angka 5.2%
dan bahkan dapat lebih dari jumlah tersebut. Hal ini dijelaskan di situs
worldbank.org – prediksi tersebut keluar setelah evaluasi Bank Dunia terhadap
Indonesia dalam pertumbuhan ekonomi 2014 yang mencapat angka 5.1%.
Prediksi adanya pelambatan dari
pertumbuhan di 2015 seperti penyesuaian harga minyak dunia serta bahan bakar
dan termasuk efek dari ekspor-impor global. Akan tetapi, Kepala Perwakilan Bank
Dunia Untuk Indonesia – Rodrigo Chaves mengungkapkan “tips” untuk menghindari
perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut. “Pembelanjaan pasar domestik di
Indonesia yang bertahan tinggi terus menopang pertumbuhan. Jika Indonesia
memperkuat pondasi ekonomi yang lain dan memperkuat iklim investasi, Indonesia
dapat mendorong kembali laju pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih pesat,”
tutur Rodrigo Chaves dalam penjelasan singkat tentang “tips” tersebut.
Sementara itu menurut Menteri Keuangan –
Bambang Brodjonegoro, menjelaskan bahwa dari sisi global serta penilaian World
Economic Outlook IMF, dinilai turun dari 3.8% ke angka 3.5%. selain terpengaruh
dari harga minyak dunia, Menkeu dari situs kemenkeu.go.id – juga menjelaskan
adanya pengaruh dari lemahnya pertumbuhan perekonomian besar dunia seperti
Jepang, Eropa, bahkan Tiongkok. Kemudian, Menkeu juga masih optimis dengan
keadaan seperti ini bahwa pertumbuhan perekonomian Indonesia dapat menekan
inflasi di bawah 5% dan dapat sesuai dengan target APBN pada 5.7%.
Christine Lagarde sebagai Managing
Director IMF di situs CNN Indonesia – menjelaskan bahwa walaupun dengan keadaan
seperti ini, Lagarde tetap optimis dengan pengalaman Indonesia menghadapi
krisis dan dapat terus mampu bertahan dari tekanan dan turbulensi
lainnya.Lagarde mengungkapkan bahwa mitra dagang utama Indonesia, Tiongkok yang
mengalami perlambatan ekonomi juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selain itu, Lagarde juga menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang paling
rendah dari empat tahun terakhir karena jumlah angka di bawah 5%. Akan tetapi
Lagarde menuturkan bahwa “Perlambatan ini tidak permanen. Indonesia dapat
berlalih ke lintasan pertumbuhan yang lebih tinggi. Tetapi perlu untuk
memposisikan dengan tepat di tengah pergeseran ekonomi dan keuangan global.
Selain dari berbagai penjelasan di atas,
dalam memasuki triwulan terakhir pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo juga
mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang ada dua tahap. Akan tetapi, efek dari
kebijakan ini juga belum dapat dirasakan karena jelas kebijakan paket ekonomi
ini masih baru saja berjalan. Hal tersebut dijelaskan dalam situs
beritasatu.com – juga terkait anjuran Presiden yang menilai masyarakat
Indonesia harus paham dengan nilai tukar dolar Amerika yang masih menguat
terkait dengan tekanan eksternal.
Dengan penjelasan di atas yang
telah mengemukakan bahwa Indonesia memang dalam keadaan krisis dan melambat
pertumbuhan ekonominya. Oleh karena itu, jelas sebagian besar netizen Indonesia
telah berasumsi adanya risiko kembali ke keadaan krisis moneter di tahun 1998.
Akan tetapi hal ini jelas disanggah oleh Reza Priyambada sebagai Kepala Riset
Korindo Securities Indonesia. “Masyarakat awam menyamakan kondisi saat ini
seperti 1998” – Reza Priyambada . Leafy Anjangi dari situs katadata.co.id – dalam
penjelasan ekonografiknya tentang perbedaan krisis 1998, 2008, dan 2015. Dalam
ekonografiknya, dijelaskan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo,
Indonesia di 2015 ini hanya mengalami krisis mini. Dari sisi nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika, 2015 mencatatkan 14.123, 2008 mencatatkan 12.650
sebagai krisis finansial, dan 2008 mencatatkan 16.650 sebagai krisis ekonomi.
Dengan keadaan tersebut, keadaan ekonomi Indonesia masih dinilai aman. Namun
masih tetap ada yang perlu diwaspadai:
1. Inflasi
2. Depresiasi Rupiah
3. Suku Bunga Acuan BI
4. Kredit Bermasalah/NPL
5. Rasio Utang Pemerintah Terhadap PDB
6. Cadangan Devisa
7. Likuiditas Longgar
8. Rasio Utang LN (Pemerintah dan Swasta)
terhadap Cadangan Devisa
Terkait dengan hal tersebut, kebijakan
paket ekonomi ini akan menjadi penentu kondisi ekonomi ke depan. Kemudian,
masih dalam persepsi netizen Indonesia terhadap nilai tukar rupiah terhadap
dolar – terbentuk dari asumsi krisis 1998 akan terulang. “Masyarakat awam
menyamakan kondisi saat ini seperti 1998, ketika rupiah jatuh ke titik rendah
bebas, harga-harga naik dan terjadi pengangguran,” tutur Reza Priyambada. Namun
jelas penilaian serta asumsi awam tersebut tidak sesuai dengan keadaan kondisi
ekonomi saat ini karena jelas dari ekonografik yang dijelaskan sebelumnya,
telah disebutkan pertumbuhan serta kondisi ekonomi Indonesia masih aman.
Risiko untuk kembali seperti 1998 memang
ada, tetapi tidak mesti bahwa hal tersebut akan terjadi karena perbaikan terus
dikerjakan. Oleh karena itu, perbandingan kondisi ekonomi sekarang ini masih
lebih baik dari 2008 dan bahkan 1998. Dan jelas dengan berbagai penjelasan di
atas, memang tidak lantas ekonomi Indonesia mendadak menjadi lebih baik, akan
tetapi proses perbaikan terus berjalan sehingga harapan untuk memenuhi target
pertumbuhan ekonomi Indonesia baik secara nasional maupun global akan
terpenuhi. (Kamis, 17 Maret 2016 – 15.44)
Sumber:
http://finansial.bisnis.com/read/20150921/9/474729/ekonom-sebut-kondisi-ekonomi-indonesia-saat-ini-lebih-kompleks (Senin,
21 Maret 2016. 20.15)
http://ekbis.sindonews.com/read/1093058/33/bank-dunia-ekonomi-ri-2016-tergantung-investasi-swasta-1458016380 (Rabu,
16 Maret 2016 – 14.25)
https://www.selasar.com/ekonomi/asumsi-awam-kondisi-ekonomi-indonesia-saat-ini-2008-dan-1998 (Kamis, 17
Maret 2016 – 15.44)