Senin, 21 Maret 2016

Perekonomian Indonesia



Ekonom menyatakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini berada dalam keadaan yang lebih kompleks dibandingkan pada 2008.Direktur Eksekutif Mandiri Institute Destry Damayanti mengatakan permasalahan yang dihadapi sekarang dibandingkan kondisi pada 2008 dan 2009 sangat berbeda karena kondisi perekonomian saat ini justru lebih kompleks. Pada 2008, Indonesia masuk dalam kondisi krisis akibat kasus perumahan di Amerika Serikat (AS). "Ekonomi Indonesia pada 2009 tumbuh 4,5% karena banyak aliran masuk ke Indonesia, dengan harga komoditas yang naik, mempengaruhi pendapatan masyarakat. Memang ekonomi global buruk, tapi ada booming komoditi," ujarnya di Plaza Mandiri, Senin (21/9/2015).
Saat krisis 2008, kondisi perekonomian nasional masih kuat dengan harga komoditas yang tinggi mendorong investasi di dalam negeri. Indonesia yang bergantung pada komoditas saat itu juga memperoleh keuntungan karena banyak wilayah bergantung pada komoditas. Komoditas inilah membuat pendapatan dan daya beli masyarakat menjadi meningkat. "Booming komoditi memang high leverage, jadi leverage-nya memang tinggi sehingga sektor keuangan ada likuiditas. Apalagi ada stimulus, mereka tidak mungkin taruh lagi di sektor keuangan," katanya. Destry menuturkan harga komoditas ini tertekan dan menurun sejak 2012 sehingga ekonomi Indonesia mengalami deselerasi. Sebab, para investor menyadari pelemahan ekonomi global membuat orang menarik investasi pada komoditas. (Senin, 21 Maret 2016. 20.15)

  Dalam laporan Bank Dunia bertajuk Indonesia Economic Quarterly edisi Maret 2016 mengemukakan bahwa kehadiran investasi swasta sangat diperlukan untuk mendongkrak ekonomi Indonesia. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves mengatakan, belanja pemerintah untuk infrastruktur telah mendorong pertumbuhan bergerak perlahan, diperkirakan mencapai 5,1% untuk 2016. Namun, pertumbuhan pendapatan yang lebih lemah dari yang diperkirakan dan terus menurunnya harga komoditas menimbulkan risiko bagi kelangsungan investasi pemerintah. Karena itu, kehadiran investasi swasta sangat diperlukan untuk perbaikan ekonomi. "Indonesia masih menikmati angka pertumbuhan yang rata-rata lebih tinggi dari kebanyakan negara pengekspor komoditas lain, akibat melambatnya pertumbuhan global. Tapi pertumbuhan di bawah 6% tidak cukup untuk menampung 3 juta anak muda Indonesia yang memasuki pasar kerja setiap tahunnya," kata dia dalam siaran pers yang diterima Sindonews di Jakarta, Selasa (15/3/2016). Menurutnya, perbaikan ekonomi yang lebih tangguh butuh investasi swasta yang kuat dan reformasi kebijakan yang komprehensif dan keberlanjutan guna memperbaiki iklim usaha. "Investasi oleh pemerintah pusat bertambah pada 2015 sebesar 42%. Sebaliknya, pertumbuhan investasi sektor swasta tetap di bawah harapan," ujarnya.
  Sementara, belanja konsumen bertumbuh namun tidak secepat beberapa tahun lalu, seiring tingginya inflasi harga makanan memangkas belanja. Volume ekspor dan impor terus menurun, dan pendapatan ekspor berkurang 14,4% dari angka 2014. Pendapatan minyak dan gas berkurang 42% tahun per tahun (year on year), pendapatan batu bara berkurang 26,5% dan pendapatan minyak sawit berkurang 19,3%. Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop menambahkan, penurunan harga komoditas yang terus terjadi mengingatkan pentingnya diversifikasi ekonomi menuju sektor manufaktur dan jasa. Khususnya pariwisata, yang dapat menyediakan pekerjaan dengan gaji dan ketrampilan yang lebih tinggi. 
  Meski demikian, sektor manufaktur juga ikut terkena imbasnya, dengan ekspor menurun di angka 13,4% per tahun, dan pembangunan infrastruktur untuk pariwisata tidak memadai. "Indonesia punya banyak industri yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan, termasuk manufaktur. Tapi sektor-sektor ini menghadapi banyak tantangan regulasi. Pemerintah tengah menjalankan berbagai reformasi dalam enam bulan terakhir ini. Namun, beberapa langkah tambahan mungkin dapat meyakinkan para investor dan memperkuat upaya investasi," tandasnya. - (Rabu, 16 Maret 2016 – 14.25)

  Tahun 2015 diasumsikan banyak orang sebagai tahun yang lesu. Meskipun di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo yang digadang-gadang akan membawa perubahan yang signifikan untuk Indonesia, nyatanya dalam perbandingan perekonomian, keadaan Indonesia dinilai tidak sehebat beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat Indonesia menilai bahwa negaranya telah dalam keadaan krisis yang ditakutkan berisiko kembali ke keadaan tahun 1998. Akan tetapi pemahaman tentang keadaan krisis yang berisiko untuk kembali ke keadaan tahun 1998 tidak didasari dengan fakta atau data yang kuat. Oleh karena itu, klaim atau isu tersebut hanya beredar seperti kabar burung yang ditakutkan akan membawa kegelisahan bagi netizen Indonesia lainnya.
  Oleh karena itu, bagaimana keadaan ekonomi Indonesia untuk tahun 2015 ini? Bagaimana perbandingannya dengan tahun-tahun sebelumnya? Apakah keadaan ini dapat benar-benar berisiko untuk kembali pada krisis tahun 1998? Pada tahun 2014, tepatnya pada akhir tahun di bulan Desember, Bank Dunia telah melaporkan dalam ekspektasinya – bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 nanti akan menyentuh angka 5.2% dan bahkan dapat lebih dari jumlah tersebut. Hal ini dijelaskan di situs worldbank.org – prediksi tersebut keluar setelah evaluasi Bank Dunia terhadap Indonesia dalam pertumbuhan ekonomi 2014 yang mencapat angka 5.1%.
Prediksi adanya pelambatan dari pertumbuhan di 2015 seperti penyesuaian harga minyak dunia serta bahan bakar dan termasuk efek dari ekspor-impor global. Akan tetapi, Kepala Perwakilan Bank Dunia Untuk Indonesia – Rodrigo Chaves mengungkapkan “tips” untuk menghindari perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut. “Pembelanjaan pasar domestik di Indonesia yang bertahan tinggi terus menopang pertumbuhan. Jika Indonesia memperkuat pondasi ekonomi yang lain dan memperkuat iklim investasi, Indonesia dapat mendorong kembali laju pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih pesat,” tutur Rodrigo Chaves dalam penjelasan singkat tentang “tips” tersebut.
Sementara itu menurut Menteri Keuangan – Bambang Brodjonegoro, menjelaskan bahwa dari sisi global serta penilaian World Economic Outlook IMF, dinilai turun dari 3.8% ke angka 3.5%. selain terpengaruh dari harga minyak dunia, Menkeu dari situs kemenkeu.go.id – juga menjelaskan adanya pengaruh dari lemahnya pertumbuhan perekonomian besar dunia seperti Jepang, Eropa, bahkan Tiongkok. Kemudian, Menkeu juga masih optimis dengan keadaan seperti ini bahwa pertumbuhan perekonomian Indonesia dapat menekan inflasi di bawah 5% dan dapat sesuai dengan target APBN pada 5.7%.
Christine Lagarde sebagai Managing Director IMF di situs CNN Indonesia – menjelaskan bahwa walaupun dengan keadaan seperti ini, Lagarde tetap optimis dengan pengalaman Indonesia menghadapi krisis dan dapat terus mampu bertahan dari tekanan dan turbulensi lainnya.Lagarde mengungkapkan bahwa mitra dagang utama Indonesia, Tiongkok yang mengalami perlambatan ekonomi juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, Lagarde juga menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang paling rendah dari empat tahun terakhir karena jumlah angka di bawah 5%. Akan tetapi Lagarde menuturkan bahwa “Perlambatan ini tidak permanen. Indonesia dapat berlalih ke lintasan pertumbuhan yang lebih tinggi. Tetapi perlu untuk memposisikan dengan tepat di tengah pergeseran ekonomi dan keuangan global.
Selain dari berbagai penjelasan di atas, dalam memasuki triwulan terakhir pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang ada dua tahap. Akan tetapi, efek dari kebijakan ini juga belum dapat dirasakan karena jelas kebijakan paket ekonomi ini masih baru saja berjalan. Hal tersebut dijelaskan dalam situs beritasatu.com – juga terkait anjuran Presiden yang menilai masyarakat Indonesia harus paham dengan nilai tukar dolar Amerika yang masih menguat terkait dengan tekanan eksternal.
  Dengan penjelasan di atas yang telah mengemukakan bahwa Indonesia memang dalam keadaan krisis dan melambat pertumbuhan ekonominya. Oleh karena itu, jelas sebagian besar netizen Indonesia telah berasumsi adanya risiko kembali ke keadaan krisis moneter di tahun 1998. Akan tetapi hal ini jelas disanggah oleh Reza Priyambada sebagai Kepala Riset Korindo Securities Indonesia. “Masyarakat awam menyamakan kondisi saat ini seperti 1998” – Reza Priyambada . Leafy Anjangi dari situs katadata.co.id – dalam penjelasan ekonografiknya tentang perbedaan krisis 1998, 2008, dan 2015. Dalam ekonografiknya, dijelaskan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia di 2015 ini hanya mengalami krisis mini. Dari sisi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, 2015 mencatatkan 14.123, 2008 mencatatkan 12.650 sebagai krisis finansial, dan 2008 mencatatkan 16.650 sebagai krisis ekonomi. Dengan keadaan tersebut, keadaan ekonomi Indonesia masih dinilai aman. Namun masih tetap ada yang perlu diwaspadai:

1. Inflasi
2. Depresiasi Rupiah
3. Suku Bunga Acuan BI
4. Kredit Bermasalah/NPL
5. Rasio Utang Pemerintah Terhadap PDB
6. Cadangan Devisa
7. Likuiditas Longgar
8. Rasio Utang LN (Pemerintah dan Swasta) terhadap Cadangan Devisa

Terkait dengan hal tersebut, kebijakan paket ekonomi ini akan menjadi penentu kondisi ekonomi ke depan. Kemudian, masih dalam persepsi netizen Indonesia terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar – terbentuk dari asumsi krisis 1998 akan terulang. “Masyarakat awam menyamakan kondisi saat ini seperti 1998, ketika rupiah jatuh ke titik rendah bebas, harga-harga naik dan terjadi pengangguran,” tutur Reza Priyambada. Namun jelas penilaian serta asumsi awam tersebut tidak sesuai dengan keadaan kondisi ekonomi saat ini karena jelas dari ekonografik yang dijelaskan sebelumnya, telah disebutkan pertumbuhan serta kondisi ekonomi Indonesia masih aman.
Risiko untuk kembali seperti 1998 memang ada, tetapi tidak mesti bahwa hal tersebut akan terjadi karena perbaikan terus dikerjakan. Oleh karena itu, perbandingan kondisi ekonomi sekarang ini masih lebih baik dari 2008 dan bahkan 1998. Dan jelas dengan berbagai penjelasan di atas, memang tidak lantas ekonomi Indonesia mendadak menjadi lebih baik, akan tetapi proses perbaikan terus berjalan sehingga harapan untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi Indonesia baik secara nasional maupun global akan terpenuhi. (Kamis, 17 Maret 2016 – 15.44)


Sumber:
http://finansial.bisnis.com/read/20150921/9/474729/ekonom-sebut-kondisi-ekonomi-indonesia-saat-ini-lebih-kompleks (Senin, 21 Maret 2016. 20.15)
http://ekbis.sindonews.com/read/1093058/33/bank-dunia-ekonomi-ri-2016-tergantung-investasi-swasta-1458016380 (Rabu, 16 Maret 2016 – 14.25)

https://www.selasar.com/ekonomi/asumsi-awam-kondisi-ekonomi-indonesia-saat-ini-2008-dan-1998 (Kamis, 17 Maret 2016 – 15.44)

0 komentar:

Posting Komentar